- Dunia dibangun melalui imajinasi
- Engkau menyebut dunia ini kenyataan
- Hanya karena dunia ini dapat dilihat dan nyata.Sedang gagasan hakiki yang merupakan cabang dunia, justru engkau namakan imajinsi. Padahal kenyataannya sebaliknya, imajinasi adalah dunia itu sendiri — Jalaluddin Rumi
- Kita, manusia, akan tetap tinggal sebagai sebuah teka teki bagi diri kita sendiri, dan jalan satu-satunya untuk menyingkap rahasia tersebut adalah dengan cinta. Karena cinta melampaui pikiran, melampaui kata-kata. Cinta adalah sebuah lompatan keberanian ke dalam pengalaman kesatuan — Erich Fromm
A. Pendahuluan
Cinta,
satu kata di dalam kumpulan kosa
kata yang bekerja melampaui batas di semua bidang aktivitas manusia. Satu
kata terdiri dari empat huruf---dalam
bahasa Inggris---paling umun sekaligus paling sering di gunakan. Kata ‘’cinta’’ berasal dari kata lubhayati dalam bahasa sangsekerta berarti
‘’ia menginginkan’’.Cinta,kata penuh makna, misteri yang tak pernah terpecahkan, kata yang
tiada pernah berwujud.Itulah cinta, sebuah fenomena manusiakata Al Hujwiri
tidak terdefinisikan; “andaikan dunia ingin meraih cinta, ia pun tak akan
mampu, dan andaikan ia akan menolaknya, ia juga tak akan kuasa, karena cinta
itu suatu anugrah, bukan hasil suatu usaha”.Cinta berasal dari Tuhan, Sang Pencinta.Cinta adalah
kekuatan jiwa, energi dahsyat yang tersimpan dalam inti hati, yang mampu
mempengaruhi sistem tata jiwa manusia, kekuatan yang mampu merubah segalanya
yang oleh JalaludinRumimengatakan “cinta
akan membuat pahit terasa manis, tembaga terlihat emas, dengan cinta yang keruh
terlihat jernih dan dengan cinta, sakit akan menjadi obat, yang mati akan menjadi
hidup dan cintalah yang menjadikan seorang raja menjadi hamba sahaya”.
Dulu cinta
digunakan untuk mendeskripsikan perasaan tergila-gila antara laki-laki dan
perempuan, waktu yang sama juga mendeskripsikan tujuan paling mulia sekaligus
paling spritual dari manusia. Kata “cinta”
digunakan dalam psikologi, filsafat, agama, etika, pendidikan dan segala bidang
sosial. Cinta sangat diperlukan.,
dimanapun manusia hidup dan tinggal bersama.
Namun waktu telah menentukan dan cinta telah menunjukkan semua tanda
kelelahan karena ia selalu dijadikan sebagai subjek---subjek yang paling sering
dibicarakan dan ditulis tetap saja menjadi misteri. Cinta dialami setiap jam, dimanapun didunia
ini tapi maknanya tetap saja tidak diketahui.
Sigmund Freud sama dengan platon melalui
hipotesis tentang konsep eros bahwa eros
adalah kekuatan besar yang menciptakan kehidupan, menjaga agar yang
terpisah tetap bersatu dan menjaganya dari kekuatan yang menghancurkan. Freud juga mengatakan bahwa “hingga saat ini,
saya belum menemukan keberanian untuk membuat pernyataan luas sehubungan dengan
esensi cinta dan saya pikir pengetahuan kita belum cukup untuk
melakukannya….kita hanya mengetahui sedikit sekali tentang cinta”.
Manusia sebagai subjek yang mencintai dan
di cintai; pertama adalah pribadi
yang mengada secara sadar dalam dunia akan tampil sebagai pribadi yang mengerti
kebutuhan diri dan kebutuhan orang lain, punya pendirian sikap dan sekaligus
tanggung jawab atas keberadaannya. Kesadaran akan eksistensinya memungkinkan
adanya kesadaran akan keberadaan diri yang unik. Perwujudan cintanya menjelma
dalam kesanggupan seorang untuk mengenal dan menerima dirinya secara apa
adanya; realistis. Kedua bahwa yang
mendasari kehidupan bersama adalah cinta.Di dalam dan melalui cinta, relasi
antar individu mendapat perwujudan yang benar.Relasi yang dijiwai dengan
semangat cinta menghasilkan lingkungan lebih manusiawi. Nilai luhur dari kebersaman tersebut terletak
pada kesanggupan dan kesadaran manusia membentuk sebuah generasi yang mampu
beradaptasi, kreatif dan inofatif dalam lingkungan kebersamaan yang utuh.
Ekspresi cinta yang benar menyapa
subjek-subjek yang sadar secara timbal balik. Seseorang menjadi pribadi
sempurna tidak hanya menerima cinta tetapi juga
dibagikan kepada yang membutuhkan. Dimensi kreatifitas cinta terletak
pada kesanggupan seseorang; memberi daya hidup, mengobarkan semangat juang,
meningkatkan kecerdasan dan kewaspadaan serta mampu melihat masa depan secara
pasti. Karena itu, norma-norma moral dan prinsip kebebasan individu menjadi
elemen utama dalam proses pembentukan diri. Kesediaan memberi adalah dinamika
wujud cinta yang kreatif. Nilai luhur perjuangan itu menjelma dalam kesanggupan memberi harapan
baru bagi orang lain yang sedang berkembang menuju penemuan jati dirinya yang
otentik. Dalam cinta manusia tidak hanya menentukan tindakannya tetapi dalam
tindakannya manusia mengamalkan cinta. Sebab itu dalam kebebasannya, manusia
tidak bisa berlaku sesuka hati melainkan mampu mengenal sasaran dari setiap
perbuatan dan setiap proses pemanusiaan
diri merupakan bagian dari dinamika cinta. Dinamika perwujudan cinta yang benar
berlangsung tanpa syarat.Ia bersifat terbuka kepada yang lain, memberi tanpa
menuntut balasan, berbuat tanpa menuntut imbalan.
B.Teori Cinta
Cinta merupakan keutamaan manusia sebagai
realitas perkembangan pribadi yang
berkaitan langsung dengan perhatian dan relasi antar subjek yang sadar. Cinta
di sini bukan kegairahan seksual sebagai kebutuhan fisiologis atau ekspresi
hawa nafsu seksual tetapi dalam perspektif Abraham Maslow yang dipahami
sebagai keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati
atau dalam pengertian filosofis mengada
secara sadar. Cinta merupakan aktus humanus ; cinta mengandaikan
adanya subjek, ada aktus dan tujuan yang akan dicapai. Cinta sebagai tindakan
dari subjek yang sadar merupakan ekspresi wajah yang hidup, sikap simpatik,
daya tarik tertentu yang terpancar pada keramahan, sentuhan kasih sayang dan
kesanggupan untuk membagikan kegembiraan kepada semua.
Setiap teori tentang cinta harus dimulai dengan
teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia.Corak eksistensi manusia
adalah kenyataan bahwa manusia terlempar dari dunia binatang, dari situasi
adaptasi instingnya. Manusia telah mengatasi alam—meski ia tidak pernah
meninggalkannya; karena manusia adalah bagian dari alam—dan begitu manusia
terenggut dari alam, dia tidak dapat kembali kepadanya; begitu manusia terusir dari
surga—keadaan dimana
kebersatuan antara manusia dengan alam, malaikat-malaikat dengan pedang api di
tangan dengan segera menutup jalan bagi manusia jika ia mencoba untuk kembali. Manusia lalu melangkah ke
depan mengembangkan akal budinya serta menemukan harmonisebagai ganti atas
harmoni pra manusia (prehuman harmony) yang
sudah hilang dan tak mungkin lagi kembali.Manusia dikaruniai akal budi; memiliki
kesadaran akan dirinya, akan diri sesamanya, akan masa silam dan
kemungkinan-kemungkinan masa depannya.Kesadaran akan dirinya sebagai entitas
yang terpisah serta memiliki kesadaran akan jangka hidupnya yang pendek, akan
fakta bahwa ia dilahirkan diluar kemauannya dan akan mati di luar keinginannya.Kenyataan tersebut membuat
keterpisahan manusia, eksistensi tak bersatunya (disunited existence)sebagai penjara yang tak terperikan. Dia harus
keluar dari situasi tersebut
dan mencari pertalian baru dengan manusia lain, pertalian dengan dunia luar.Kebutuhan untuk
mengatasi keterpisahan serta kebutuhan untuk keluar dari penjara ketersendirian
menjadi kebutuhan terdalam manusia. Kegagalan pencapaian tujuan mengakibatkan kegilaan, karena kepanikan yang
muncul dari isolasi total ini hanya dapat diatasi lewat penarikan diri secara
radikal dari dunia luar. Jika dunia luar yang menjadi penyebab keterpisahan itu
hilang maka rasa keterpisahan itu juga akan hilang dengan sendirinya.
Bagaimana mengatasi rasa keterpisahan, meraih kesatuan,
mentrasendensikan kehidupan serta
meperoleh penebusan. Pertama, menenggelamkan
diri dalam keadaan orgiastik berupa trance
(bantuan obatbius). Model
penyelesaian orgiastik adalah pengalaman seksual yang mengahasilkan
efekkurang lebih sama dengantrance atau obat bius. Model ini
sesungguhnya hanya mencerminkan keputusasaan menghadapisituasi keterpisahan. Penyelesaian
model ini pada akhrnya hanya
menghasilkan rasa keterpisahan yang semakin mendalam, karena tindakan yang tak
disadari oleh cinta takkan pernah bisa
menghubungkan jiwa suatu pasangan, kecuali hanya sementara waktu. Setiap
penyatuan orgiastik memiliki tiga karakter dasar: intens dan dahsyat; terjadi
dalam suatu totalitas kepribadian—baik jiwa maupun raga—serta berlangsung
sementara dan periodik. Kedua, komformitas
kelompok, adat istiadat, kebiasaan dan kepercayaan.Kekuasaan-kekuasaan
yang ada menggunakan cara berbeda-beda. Rezim otoritarian menggunakan ancaman,
teror dan kekerasan, sementara negara demokratis menggunakan sugesti dan
propaganda. Ketiga, kesatuan simbiotik
memiliki bentuk pasif yaitu bentuk ketertundukan atau masokisme—menjadi bagian dari orang lain yang mampu mengendalikannya,
mengarahkannya dan melindunginya.Dia
adalah segala-galanya, sementara “Aku” bukanlah apa-apa. Aku hanya bagian
darinya. Tidak pernah independen, tidak punya integritas, belum sepenuhnya
dilahirkan.Sementara bentuk aktifnya adalah dominasi
atausadisme—menjadikan orang
lain bagian dari dirinya. Mengukuhkan dirinya dengan menggabungkan orang
lain kedalam dirinya, membuat orang lain menyembah kepadanya. Pribadi sadistik
mengukuhkan eksistensinya lewat tindakan memerintah, mengeksploitasi, menyakiti
atau menghina sedangpribadi
masokhistik mengungkapkan dirinya dengan membiarkan dirinya diperintah, di eksploitasi,
disakiti atau dihina. Keempat, Cinta adalah
sebentuk aktivitas, suatu tindakan
yang membawa perubahan atas sistuasi tertentu, lewat jalan pengerahan energi.
Mengacu pada penggunaan kekuatan-kekuatan inheren yang ada dalam diri manusia---terlepas dari apakah
ada perubahan yang dihasilkan atau tidak. Konsep aktifitas sebagaimana diformulasiakan
Spinozamembedakan antara afeksi aktif dan afeksi pasif. Manusia adalah makhluk
bebas; manusia adalah tuan atas kemauannya. Dalam afeksi pasif, manusia berada
dalam kondisi dikendalikan. Dia tidak menyadari akan objek motifasinya. Keutamaan dan
kekuatan adalah satu dan sama. Rasa iri, cemburu, hasrat dan segala bentuk
ketamakan adalah nafsu (passion); sementara
cinta adalah tindakan sebentuk praktek kekuatan manusia yang hanya dapat
mewujudkan dalam kebebasan. Cinta tidak pernah terwujud oleh paksaan.
Cinta adalah suatu kegiatan (actifity), bukan suatu afeksi
(pengaruh) pasif; cinta adalah “tetap tegak didalam” (standing in) bukan suatu “jatuhnya untuk” (falling for). Ciri aktif cinta terutamamemberi bukan menerima. Ia memberi dirinya, dari suatu yang paling berharga
yang ia miliki dan ia memberi
hidupnya. tidak perlu berarti ia mengorbankan hidupnya bagi yang lain—ia
memberinya dari apa yang hidup didalam dirinya; ia memberinya kegembiraan, dari
minatnya dari pengertiannya, dari pengetahuannya, humornya, kesedihannya—segala
ungkapan dan pernyataan dari apa yang hidup dalam dirinya.Kesatuan dalam
tindakan kreatif, seperti praktek para seniman dan kaum tukang. Dalam semua
bentuk tindakan kreatif, terjadi penyatuan antara sang pekerja dengan objeknya.
Dalam proses kreasi tersebut, manusia menyatukan dirinya dengan dunia.
Pengalaman kesatuan yang diraih dalam kerja-kerja produktif bersifat interpersonal; peleburan dengan
orang lain, dalam apa yang sering disebut sebagai cinta.
C.Cinta Eros dan Agape
Kita
membicarakan kekuatan dinamis di dalam diri sendiri. sumber energi
perilaku konstruktif maupun
destruktif, mencintai sekaligus membenci.
Cinta itu bagaikan gunung es, hanya bagian kecilnya yang kelihatan,
itupun tidak sepenuhnya dapat dikenali. Hal yang sulit di kenal adalah bagian dari
cinta yang bersifat trans-empiris---yaitu
rupa cinta yang relegius dan ontologis. Cinta hadir sebagai sebuah sistem yang
tak terbatas cakupanya, baik kualitatif
maupun kuantitatif. Bentuk keberadaan cinta di bedakan
menjadi: cinta relegius, cinta etis, cinta ontologis, cinta fisik, cinta
biologis, cinta piskologis dan cinta sosial.
Sejauh ini sedikit sekali kita berbincang mengenai cinta. Di ranah agama, cinta identik dengan Tuhan,
nilai tertinggi dalam ajaran agama Kristen dan ajaran-ajaran agama besar
lainya. ‘’Cinta adalah Tuhan’’ dan ‘’ Tuhan adalah Cinta dan dia yang berada
dalam cinta, berada dalam Tuhan dan Tuhan berada dalam dirinya’’. Karena Tuhan dipercaya sebagai nilai
absoulut, maka cinta berada di dalam nilai absoulut Tuhan. Dan, karena Tuhan merupakan realitas tak
terhingga, variasi tak terhingga dari bentuk cinta juga memiliki kualitas dan
kuantitas yang tidak terbatas. Ia tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata
maupun dengan konsep, kita hanya bisa melihatnya sebagai simbol yang
mengindikasikan semesta cinta yang tidak terbatas. Paull Tillich mengekspresikan cinta yang
tidak terbatas ini dengan mengatakan ; “saya tidak memberikan defenisi yang
tetap dari cinta. Itu tidak mungkin,
karena tidak ada penjelasan yang dapat menjelaskan cinta. Ia adalah hidup itu sendiri dalam kesatuannya
yang nyata. Bentuk dan struktur yang
didalamnya cinta bersemayam merupakan bentuk dan struktur yang memiliki
kekuatan untuk melampaui kekuatan yang menghancurkan dirinya sendiri.
Tiga
konsep cinta yang telah berkembang dan telah termasuk dalam ajaran agama,
filsafat, dan etis baik di Timur maupun Barat adalah Cinta
sebagai Eros, Cinta sebagai Agape dan cinta
merupakan sintesis dari Eros dan Agape.
Penggambaran Nygren tentan cinta sebagai Eros dan sebagai Agape bahwa
secara mendasar cinta sebagai Agape berbeda
dengan cinta sebagai Eros.dan bentuk cinta Agape adalah cinta yang sangat Kristen
sebagai mana di perlihatkan oleh Yesus,St Paulldan para pemeluk awal agama Kristen.Habis-habisny
tercurah pada semua,tanpa ‘’Diskriminasi berdasarkan pertimbangan rasional.’’
Agape tidak dapat di pahami dan di kenali oleh pikiran rasional.Eros merupkan
cinta yang di peroleh melalui usaha positif dari golongan yang mencinta. Ia
tidak tercurah bagi para pendosa.
Agape
tidak mungkin mengabaikan bentuk Cinta
Eros.Cinta Eros tidak lain adalah jatuh cinta pada cinta dan menyempurnakannya dengan peningkatan mental, moral,keindahan dan fisik
sebagaimana yang di tuntun oleh cinta yang sempurna.
Tujuan terbesar Cinta Eros mencapai tingkatan cinta
yang tiada habisnya. Cinta
Agape yang membebaskan semua, mencintai semua,memaafkan semua, dan memuliakan---Erostelah
menjdi Agape Tuhan.Sifat tak terpisakan dari Eros-Agape ini menjelaskanpertanyaan
mengapa semua hal-ihwal mengenai cinta selalu mengandung dua unsur.Dalam pemahaman
Dunia Timur maupun Dunia Barat mengenai; filsafat,etika
dan relegiusitas,pandangan tentang cinta yang umum di terimah adalah kombinasi Eros
dan Agape sebagai jalan keselamatan dan pencapain cinta sejati pada taraf
tertingginya.Usaha pribadi di tambah bantuan kasih
Tuhan di percaya sebagai cara satu-satunya mencapai tujuan.’’Tuhan menolong
mereka yang berusaha,tidak mereka yang bermalas-malasan,’’tutur St.
Tychon. Kedua bentuk cinta itu tidak
dapat berdiri sendiri. Tanpa bantuan
dari kebesaran Tuhan atau bantuan kekuatan dari manusia yang istimewa, usaha
manusia saja tidak akan cukup. Di lain
pihak, cinta dan keadilan Tuhan akan melimpah bagi mereka yang bersusahpayah
di jalan cinta dan keselamatan.
Segala
pemikiran dan praktik jalan keselamatan seluruh agama besar didasarkan atas
postulat ini. Bila tidak demikian,
seluruh seruan kebaikan, seluruh seruan untuk berbuat baik, seruan untuk
mematuhi perintah moral dan religius akan menjadi tidak berarti.
D. Cinta
Produktif
Manusia
terpisah jauh dari kesatuan primernya
dengan alam---yang membentuk eksisitensi kehewanannya. Ia memiliki akal budi dan imajinasi,
menyadari kesendirian dan keterpisahannya, ketidakberdayaan dan keacuhannya dan
peristiwa kelahiran dan kematiannya.
Boleh jadi ia tidak mampu berhadapan dengan situasi keberadaannya.
Ini terjadi
jika ia tidak dapat memperoleh hubungan persahabatan baru sebagai
pengganti hubungan yang lama---yang diatur dengan insting. Ada beberapa cara untuk meraih penyatuan
itu. Manusia dapat menyatu dengan
dunia melalui sublimasi (penyerahan
kekuasaan) pada seseorang, sekelompok, institusi dan pada Tuhan. Dengan cara ini keterpisahan dengan
eksistensi individualitasnya akan terlampaui dengan menjadi bagian dari
seseorang atau sesuatu yang lebih besar dari dirinya dan menemukan identitasnya
setelah ia menyerahkan kekuasaannya.
Sebaliknya, manusia juga dapat menyatukan diri dengan dunia dengan cara
meraih kekuasaan yang melampauinya, dengan membuat yang lain sebagai bagian
dari dirinya dan membuatnya melampaui eksisitensi individualnya dengan
mendominasi.
Elemen
umum dalam sublimasi (masokis) dan dominasi (sadisitis) adalah simbiosis
alami dalam keterhubungan. Kedua belah
pihak yang telah kehilangan integritas dan kebebasan mereka---mereka hidup
untuk dan dari orang lain--- memuaskan kecanduan mereka terhadap kedekatan,
sementara juga menderita karena minimnya kekuatan batin dan kepercayaan
terhadap kemampuannya sendiri---yang sebenarnya dapat ditumbuhkan dengan
kebebasan dan kemandirian---dan lebih jauh lagi, terancam oleh permusuhan yang
muncul dari hubungan simbiosis, baik disadari atau tidak disadarinya. Pengejawantahan dari sublimasi dan dominasi
tidak pernah mengarah pada kenyataan. Hasrat ini tidak memiliki dinamika
sndiri. Ketiadaan sublimasi dan dominasi
(kepemilikan atau kepopuleran) akan membangkitkan gairah pencarian identitas
dan gairah penyetuan yang lebih banyak lagi.
Hasil dari paling utama dari hasrat itu adalah penaklukan. Selain bertujuan untuk membangun rasa
penyatuan, hasrat itu juga bisa menghancurkan integritas. Orang yang terdorong oleh hasrat itu menjadi
bergantung pada orang lain.
Mengembangkan eksistensi individualnya, ia bergantung pada seseorang---tempat
ia menyerahkan kekuasaannya---atau pada orang yang ia dominasi.
Hanya
ada satu hasrat yang memuaskan kebutuhan manusia, yaitu menyatukan dirinya
dengan dunia dan pada saat yang sama memperoleh integritas dan
individualitasnya dan hasrat itu adalah “cinta”. Cinta adalah penyatuan dengan seseorang atau
sesuatu diluar dirinya pada saat seseorang sedang mempertahankan keterpisahan
dan integritas dirinya. Cinta adalah
pengalaman dalam berbagi, bersekutru, yang memungkinkan perwujudan aktivitas
batin secara penuh. Pengalaman cinta
tidak sama dengan kebutuhan terhadap ilusi.
Dalam cinta, citra seseorang atau citra diri sendiri tidak perlu
dinaikkan, karena realitas cinta meningkatkan eksistensi individual. Pada saat yang sama membuat seseorang menjadi
pengembang kekuasaan aktif yang membangun prilaku memcintai.Seseorang akan
mengerti dengan baik akan kebutuhan terhadap keterhubungan jika ia menyadari
kegagalan dari semua bentuk keterpisahan dan jika ia menghargai arti dari
narsisime (Narsisme adalah kutub yang berlawanan dengan objektivitas akal-budi dan cinta) .
Pertama, Freud menyebutnya sebagai “Narsisme
Primer”---ia belum mengalami “aku” terikat dengan “kamu”, ia masih dalam
situasi terpisah dengan terpisah dengan dunia.
Dunia di luar dirinya hanya hadir sebatas makanan atau kehangatan yang
memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu
bukan sebagai seseorang atau sesuatu yang
dikenalinya secara realistis dan objektif, Kedua, narsisme juga hadir pada saat
kehidupan yang sedang tumbuh---Freud menyebutnya “Narsisme Kedua” “aku” berbeda
dengan “kamu”---bahwa seseorang berada dalam situasi marsistik; hanya ada satu realitas, yaitu
proses pikiran, perasaan dan kebutuhannya sendiri. Ia tidak bisa mengalami dan memahami dunia di
luar dirinya secara objektif, misalnya sebagaimana yang terjadi pada bahasa,
situasi dan kebutuhannya.
Dari
sekian banyak keterhubungan, hanya cinta produktif yang memungkinkan seseorang
dapat menjaga kebebasan dan integritasnya dalam proses meraih eksistensinya dan
pada saat yang sama menyatu dengan lingkungan sosialnya. Cinta adalah suatu aspek yang Eric Fromm
sebut sebagai “orientasi produktif”; keterbuhungan aktif dan kreatif antara
seseorang dengan orang lain disekitarnya, dengan diri sendiri, juga dengan
alam. Dalam ranah pikiran, orientasi
produktif ditunjukkan oleh persentuhan dengan realitas dunia berdasarkan
penalaran. Dalam ranah tindakan
ditunjukkan dengan pekerjaan produktif; semacam prototipe dari seni dan
kerajinan. Sedang dalam ranah perasaan
ditunjukkan dengan cinta yang merupakan pengalaman dan penyatuan dengan orang
lain, semua manusia, juga dengan alam untuk menjaga integritas dan
mempertahankan kemandirian.
E. Seni Cinta
Dalam hubungan dengan seni mencintai, siapa pun yang bercita-cita
menjadi ulung dalam seni harus mulai dengan melatih disiplin, konsentrasi dan
kesabaran dalam setiap fase hidupnya. Pertama;
latihan suatu seni menuntut kedisiplinan—manusia tidak akan
pernah pandai dalam hal apapun, jika tidak melakukannya dengan disiplin. Apa
saja yang manusia lakukan kalau hanya “sedang mau”---mungkin hobimenyenangkan atau menghibur---tidak akan
menjadi ulung dalam seni.Disiplin dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan
dan lambat laun membiasakan diri dengan tingkah laku. Kedua, konsentrasi yaitu mampu menyendiri dengan diri sendiri—syarat bagi
kemampuan untuk mencintai. Jika saya terikat pada orang lain karena saya tidak
bisa berdiri sendiri, mungkin ia menjadi penolong yang baik, tetapi hubungan
itu bukanlah hubungan cinta. Sebaliknya, kemampuan menyendiri merupakan syarat
bagi kemampuan untuk mencintai. Siapun mencoba dengan dirinya sendiri akan
mengalami kesukaran.Ia akan mulai merasa gelisah dan resah, atau bahkan
merasakan kecemasan yang sungguh-sungguh. Ketiga
adalah kesabaran bahwasehubungan dengan syarat umum untuk mempelajari suatu
seni. Manusia tidak mulai mempelajari suatu seni secara langsung, tetapi tak
langsung, sebagaimana seharusnya. Orang harus mempelajari banyak hal lain—dan sering
hal-hal yang kelihatnnya tidak berhubungan—sebelum ia mulai mempelajari
seni itu sendiri. Jika seseorang murid mau menjadi ulung dalam seni apapun
seluruh hidupnya harus diabdikan kepada seni itu, atau sekurang-kurangnya hal
yang berhubungan dengannya.
Syarat utama mencapai cinta mengatasi narsisme sendiri. Orang mengalami sesuatu yang nyata hanya apayang
ada di dalam dirinya, sementara fenomena-fenomena di dunia luar tidak mempunyai
kenyataan di dalam dirinya, tetapi dialami hanya dari segi kebergunannya atau
berbahayanya.Lawan dari narsisme adalah objektivitas; yakni sarana untuk
melihat orang dan benda-benda sebagaiman adanya secara objektif dan kemampuan
memisahkan gambaran objektif dari suatu
gambaran yang dibentuk psikosisuntuk menjadi objektif. Ketidakobjektifan
misalnya; bangsa lain dianggap buruk sama sekali, jahat dn kejam sementara
bangsa sendiri berarti segalanya yang baik dan mulia. Setiap perbuatan baik musuh dianggap sebagai tanda
kejahatan khusus yang dimaksudkan untuk menipu kita dan dunia, sementara
perbuatan jahat kita sendiri perlu dan
dibenarkan oleh tujuan luhur. Kemampuan berpikir objektif adalah akal budi, hanya mungkin kalau orang sudah mencapai
suatu sikap rendah hati.Cinta menuntut kerendahan hati, objektivitas dan rasio tidak
bisa dipisahkan.Saya tidak bisa benar-benar objektif terhadap family saya jika
saya tidak bisa objektif terhadap orang asing dan sebaliknya.Jika saya mau
mempelajari seni mencintai, saya harus berjuang untuk objektif dalam setiap
situasi dan harus menjadi sensitif terhadap situasi-situasi di mana saya tidak
objektif.
Berlatih seni mencintai menuntut latihan kepercayaan—rasional dan
irasional.Kepercayaan irasional berdasarkan pada ketundukan seseorang terhadap
kewibawaan yang irasional sedang kepercayaan rasional ialah suatu keyakinan
yang berakar pada pengalaman seseorang tentang pikiran dan perasaan. Kepercayan
irasional bukan terutama kepercayaan kepada sesuatu, tetapi sifat kepastian dan
keteguhan yang dimiliki oleh keyakinan-keyakinan kita.Memiliki kepercayaan
menuntut keberanian, kemampuan untuk mengambil risiko, bahkan kesediaan untuk
menerima kesakitan dan kekecewaan. Siapa saja yang berpegang teguh pada
keamanan (safety) dan keterjaminan (security) sebagai syarat pertama
kehidupannya maka tidak bisa memiliki kepercayaan; siapa saja yang menuntut
dirinya dalam suatu sistem penjagaan, di mana jarak dan hak milik merupakan
sarana keterjaminannya maka ia membuat dirinya menjadi orang hukuman. Dicintai
dan mencintai memerlukan keberanian untuk memutuskan nilai-nilai tertentu
menjadi yang paling diperhatikan—dan keberanian untuk
mengambil lompatan dan mempertaruhkan segalanya pada nilai-nilai itu.Keberanian
itu berakar pada sikap yang destruktif terhadap hidup, berakar pada kerelaan
untuk menyingkirkan hidup karenaorang tidak mampu mencintainya.Mencintai
berarti menyerahkan diri tanpa jaminan, memberikan diri seluruhnya dengan
harapan bahwa cinta itu akan menghasilkan cinta didalam diri pribadi yang
dicintai. Cinta adalah suatu tindakan kepercayaan dan barang siapa
kepercayaannya sedikit, maka sedikit pulalah cintanya.
Satu sikap, yang sangat diperlukan untuk latihan seni mencintai yaitu
aktivitas.Aktivitas bukan dimaksudkan “berbuat sesuatu”, tapi suatu aktivitas
batin, pemakaian secara produktif daya-daya seseorang.Cinta adalah suatu
aktivitas; jika saya mencintai, saya berada dalam keadaan tetap berperhatian
aktif terhadap pribadi yang dicintai.Keadaan yang paradoks berhubungan dengan
sejumlah besar orang masa kini ialah bahwa mereka setengah tidur ketika bangun
dan setengah bangun ketika tidur atau ketika mereka mau tidur.Bangun sepenuhnya
adalah syarat supaya jangan bosan atau membosankan—adalah salah satu syarat
utama untuk mencintai.Kemampuan untuk mencintai menuntut suatu kesungguhan dan
vitalitas yang dipertinggi, yang hanya bisa merupakan hasil orientasi produktif
dan aktif dalam bidang hidup lain. Jika orang tidak bersifat produktif dalam
bidang-bidang lain, maka ia juga tidak akan bersifat produktif dalam cinta
juga.
F. Penutup
Cinta adalah kekuatan yang dapat menjelma menjadi malaikat, namun bila
energynya melemah setan menyelinap didalammya, hingga laju cinta beriringan
dengan keberingasannya. Terkadang, manusia merasakan cinta seperti pangeran di
istana bersama seribu selir, cinta bagaikan salju penyejuk jiwa, bayangan indah
menghujam pikiran, pelangi yang terurai
dalam hati, selaksa petir yang sedang berdendang ria dengan suara merdunya. Namun
bila keindahanya tergadaikan, cinta berubah jadi sengatan listrik tiada ampun,
percikan api menyala-nyala, matahari membakar bumi seperti singa lapar meraung-raung
untuk melahap mangsa, cinta berubah menjadi emosi yang acuh, gemuruh nafsuh
murkah. Itulah cinta, fenomena alamiah, manusiawi dan bagian dari kehidupan
ini.
Manusia layak menerima ketetapan Tuhan Sang khalik; anuggrah cinta (Al hubb) yang begitu indah karena manusia
pasti akan merasakan hal itu. Cinta merupakan hak bagi setiap manusia, wajar,
manusiawi, bentuk dari fitrah sebagai makhluk ciptaan. Manusia hidup di dunia
tidak akan lepas dari hukum-hukum cinta, karena cinta memiliki hukum yang
berlaku bagi setiap jiwa. Cinta memiliki kekuasaan yang tak bisa ditentang,
kepatuhan yang tak bisa di tawar.Cinta dapat meluluhkan yang kokoh, melunturkan
yang tegak.Cinta pun dapat menjebolkan yang terbendung, itulah kekuatan cinta,
kekuasaan yang dapat mengubah segalanya.
Cinta memiliki makna tiada terhingga, indah nan agung, bak pohon cinta
yang bercabang begitu banyak dan berdahan tak terhitung hingga rantingnya.
Tiada kata-kata yang akan mampu mendefinisikan arti dari cinta secara pasti,
cinta bak tiada hakikatnya. Cinta, makna yang begitu santun dan bijaksana, yang
selalu menyimpan keindahan dan kekuasaan.Bagai tsunami menerjang; tak kuasa
melawannya, menjamah seluruh ruang di bumi, menenggelamkan segala yang
menghadangnya hingga merangkul dalam kelembutan dan keindahannya.Cinta tak
pernah berwujud, tak terlihat oleh keangkuhan mata memandang. Kehadirannya
hanya terasa, seperti angin yang
mengalir mesra menyelinap dalam jiwa kita. Penjelmaannya bagai gelombang
di laut yang siap menghantam pesisir pantai, itulah cinta, kata tak berwujud
namun dasyat bila terasa.
Alcapone, 18 Mei 2015
Sumber ;
Erich Fromm, The Art of
Love (Gaya Seni Bercinta), Yogyakarta, Januari 2004
Muhammad Akrom, Quantum of
Love (ketika muatan-muatan cinta berosilasi mesra), Bandung, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar