Senin, 24 Agustus 2015

Cinta ; Jawaban atas Problem Eksistensi Manusia






  • Dunia dibangun melalui imajinasi
  • Engkau menyebut dunia ini kenyataan
  • Hanya karena dunia ini dapat dilihat dan nyata.Sedang gagasan hakiki yang merupakan cabang dunia, justru engkau namakan imajinsi.  Padahal kenyataannya sebaliknya, imajinasi adalah dunia itu sendiri    Jalaluddin Rumi
  • Kita, manusia, akan tetap tinggal sebagai sebuah teka teki bagi diri kita sendiri, dan jalan satu-satunya untuk menyingkap rahasia tersebut adalah dengan cinta. Karena cinta melampaui pikiran, melampaui kata-kata.  Cinta adalah sebuah lompatan keberanian ke dalam pengalaman kesatuan  —  Erich Fromm
 

A. Pendahuluan
Cinta, satu kata  di dalam kumpulan kosa kata  yang bekerja melampaui batas  di semua bidang aktivitas manusia. Satu kata  terdiri dari empat huruf---dalam bahasa Inggris---paling umun sekaligus paling sering di gunakan.  Kata ‘’cinta’’ berasal dari kata lubhayati dalam bahasa sangsekerta berarti ‘’ia menginginkan’’.Cinta,kata penuh makna, misteri yang tak pernah terpecahkan, kata yang tiada pernah berwujud.Itulah cinta, sebuah fenomena manusiakata Al Hujwiri tidak terdefinisikan; “andaikan dunia ingin meraih cinta, ia pun tak akan mampu, dan andaikan ia akan menolaknya, ia juga tak akan kuasa, karena cinta itu suatu anugrah, bukan hasil suatu usaha”.Cinta  berasal dari Tuhan, Sang Pencinta.Cinta adalah kekuatan jiwa, energi dahsyat yang tersimpan dalam inti hati, yang mampu mempengaruhi sistem tata jiwa manusia, kekuatan yang mampu merubah segalanya yang oleh  JalaludinRumimengatakan “cinta akan membuat pahit terasa manis, tembaga terlihat emas, dengan cinta yang keruh terlihat jernih dan dengan cinta, sakit akan menjadi obat, yang mati akan menjadi hidup dan cintalah yang menjadikan seorang raja menjadi hamba sahaya”.  


Dulu cinta digunakan untuk mendeskripsikan perasaan tergila-gila antara laki-laki dan perempuan, waktu yang sama juga mendeskripsikan tujuan paling mulia sekaligus paling spritual dari manusia.  Kata “cinta” digunakan dalam psikologi, filsafat, agama, etika, pendidikan dan segala bidang sosial.  Cinta sangat diperlukan., dimanapun manusia hidup dan tinggal bersama.  Namun waktu telah menentukan dan cinta telah menunjukkan semua tanda kelelahan karena ia selalu dijadikan sebagai subjek---subjek yang paling sering dibicarakan dan ditulis tetap saja menjadi misteri.  Cinta dialami setiap jam, dimanapun didunia ini tapi maknanya tetap saja tidak diketahui.  Sigmund Freud sama dengan platon melalui hipotesis tentang konsep eros bahwa eros  adalah kekuatan besar yang menciptakan kehidupan, menjaga agar yang terpisah tetap bersatu dan menjaganya dari kekuatan yang menghancurkan.  Freud juga mengatakan bahwa “hingga saat ini, saya belum menemukan keberanian untuk membuat pernyataan luas sehubungan dengan esensi cinta dan saya pikir pengetahuan kita belum cukup untuk melakukannya….kita hanya mengetahui sedikit sekali tentang cinta”.


Manusia sebagai subjek yang mencintai dan di cintai; pertama   adalah pribadi yang mengada secara sadar dalam dunia akan tampil sebagai pribadi yang mengerti kebutuhan diri dan kebutuhan orang lain, punya pendirian sikap dan sekaligus tanggung jawab atas keberadaannya. Kesadaran akan eksistensinya memungkinkan adanya kesadaran akan keberadaan diri yang unik. Perwujudan cintanya menjelma dalam kesanggupan seorang untuk mengenal dan menerima dirinya secara apa adanya; realistis.  Kedua   bahwa yang mendasari kehidupan bersama adalah cinta.Di dalam dan melalui cinta, relasi antar individu mendapat perwujudan yang benar.Relasi yang dijiwai dengan semangat cinta menghasilkan lingkungan lebih manusiawi.  Nilai luhur dari kebersaman tersebut terletak pada kesanggupan dan kesadaran manusia membentuk sebuah generasi yang mampu beradaptasi, kreatif dan inofatif dalam lingkungan kebersamaan yang utuh. 


Ekspresi cinta yang benar menyapa subjek-subjek yang sadar secara timbal balik. Seseorang menjadi pribadi sempurna tidak hanya menerima cinta tetapi juga  dibagikan kepada yang membutuhkan. Dimensi kreatifitas cinta terletak pada kesanggupan seseorang; memberi daya hidup, mengobarkan semangat juang, meningkatkan kecerdasan dan kewaspadaan serta mampu melihat masa depan secara pasti. Karena itu, norma-norma moral dan prinsip kebebasan individu menjadi elemen utama dalam proses pembentukan diri. Kesediaan memberi adalah dinamika wujud cinta yang kreatif. Nilai luhur perjuangan itu  menjelma dalam kesanggupan memberi harapan baru bagi orang lain yang sedang berkembang menuju penemuan jati dirinya yang otentik. Dalam cinta manusia tidak hanya menentukan tindakannya tetapi dalam tindakannya manusia mengamalkan cinta. Sebab itu dalam kebebasannya, manusia tidak bisa berlaku sesuka hati melainkan mampu mengenal sasaran dari setiap perbuatan dan setiap proses  pemanusiaan diri merupakan bagian dari dinamika cinta. Dinamika perwujudan cinta yang benar berlangsung tanpa syarat.Ia bersifat terbuka kepada yang lain, memberi tanpa menuntut balasan, berbuat tanpa menuntut imbalan. 



B.Teori Cinta

Cinta merupakan keutamaan manusia sebagai realitas  perkembangan pribadi yang berkaitan langsung dengan perhatian dan relasi antar subjek yang sadar. Cinta di sini bukan kegairahan seksual sebagai kebutuhan fisiologis  atau ekspresi  hawa nafsu seksual tetapi dalam perspektif Abraham Maslow yang dipahami sebagai keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati atau dalam pengertian filosofis  mengada secara sadar.  Cinta merupakan  aktus humanus ;  cinta mengandaikan adanya subjek, ada aktus dan tujuan yang akan dicapai. Cinta sebagai tindakan dari subjek yang sadar merupakan ekspresi wajah yang hidup, sikap simpatik, daya tarik tertentu yang terpancar pada keramahan, sentuhan kasih sayang dan kesanggupan untuk membagikan kegembiraan kepada semua.

Setiap teori tentang cinta harus dimulai dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia.Corak eksistensi manusia adalah kenyataan bahwa manusia terlempar dari dunia binatang, dari situasi adaptasi instingnya. Manusia telah mengatasi alam—meski ia tidak pernah meninggalkannya; karena manusia adalah bagian dari alam—dan begitu manusia terenggut dari alam, dia tidak dapat kembali kepadanya; begitu manusia terusir dari surga—keadaan dimana kebersatuan antara manusia dengan alam, malaikat-malaikat dengan pedang api di tangan dengan segera menutup jalan bagi manusia jika ia mencoba untuk kembali. Manusia lalu melangkah ke depan mengembangkan akal budinya serta menemukan harmonisebagai ganti atas harmoni pra manusia (prehuman harmony) yang sudah hilang dan tak mungkin lagi kembali.Manusia dikaruniai akal budi; memiliki kesadaran akan dirinya, akan diri sesamanya, akan masa silam dan kemungkinan-kemungkinan masa depannya.Kesadaran akan dirinya sebagai entitas yang terpisah serta memiliki kesadaran akan jangka hidupnya yang pendek, akan fakta bahwa ia dilahirkan diluar kemauannya dan akan mati di luar keinginannya.Kenyataan tersebut membuat keterpisahan manusia, eksistensi tak bersatunya (disunited existence)sebagai penjara yang tak terperikan. Dia harus keluar dari situasi tersebut dan mencari pertalian baru dengan manusia lain, pertalian dengan dunia luar.Kebutuhan untuk mengatasi keterpisahan serta kebutuhan untuk keluar dari penjara ketersendirian menjadi kebutuhan terdalam manusia. Kegagalan pencapaian tujuan  mengakibatkan kegilaan, karena kepanikan yang muncul dari isolasi total ini hanya dapat diatasi lewat penarikan diri secara radikal dari dunia luar. Jika dunia luar yang menjadi penyebab keterpisahan itu hilang maka rasa keterpisahan itu juga akan hilang dengan sendirinya.

Bagaimana mengatasi rasa keterpisahan, meraih kesatuan, mentrasendensikan kehidupan serta meperoleh penebusan. Pertama, menenggelamkan diri dalam keadaan orgiastik berupa trance (bantuan obatbius). Model penyelesaian orgiastik adalah pengalaman seksual yang mengahasilkan efekkurang lebih sama dengantrance atau obat bius. Model ini sesungguhnya hanya mencerminkan keputusasaan  menghadapisituasi keterpisahan. Penyelesaian model ini pada akhrnya  hanya menghasilkan rasa keterpisahan yang semakin mendalam, karena tindakan yang tak disadari oleh cinta takkan pernah bisa menghubungkan jiwa suatu pasangan, kecuali hanya sementara waktu. Setiap penyatuan orgiastik memiliki tiga karakter dasar: intens dan dahsyat; terjadi dalam suatu totalitas kepribadian—baik jiwa maupun raga—serta berlangsung sementara dan periodik.  Kedua, komformitas kelompok, adat istiadat, kebiasaan dan kepercayaan.Kekuasaan-kekuasaan yang ada menggunakan cara berbeda-beda. Rezim otoritarian menggunakan ancaman, teror dan kekerasan, sementara negara demokratis menggunakan sugesti dan propaganda.  Ketiga kesatuan simbiotik memiliki bentuk pasif yaitu bentuk ketertundukan atau masokisme—menjadi bagian dari orang lain yang mampu mengendalikannya, mengarahkannya dan melindunginya.Dia adalah segala-galanya, sementara “Aku” bukanlah apa-apa. Aku hanya bagian darinya. Tidak pernah independen, tidak punya integritas, belum sepenuhnya dilahirkan.Sementara bentuk aktifnya  adalah dominasi atausadisme—menjadikan orang lain bagian dari dirinya. Mengukuhkan dirinya dengan menggabungkan orang lain kedalam dirinya, membuat orang lain menyembah kepadanya. Pribadi sadistik mengukuhkan eksistensinya lewat tindakan memerintah, mengeksploitasi, menyakiti atau menghina sedangpribadi masokhistik mengungkapkan dirinya dengan membiarkan dirinya diperintah, di eksploitasi, disakiti atau dihina.  Keempat,  Cinta adalah sebentuk aktivitas, suatu tindakan yang membawa perubahan atas sistuasi tertentu, lewat jalan pengerahan energi. Mengacu pada penggunaan kekuatan-kekuatan inheren yang ada dalam diri manusia---terlepas dari apakah ada perubahan yang dihasilkan atau tidak. Konsep aktifitas sebagaimana diformulasiakan Spinozamembedakan antara afeksi aktif dan afeksi pasif. Manusia adalah makhluk bebas; manusia adalah tuan atas kemauannya. Dalam afeksi pasif, manusia berada dalam kondisi dikendalikan. Dia tidak menyadari akan objek motifasinya. Keutamaan dan kekuatan adalah satu dan sama. Rasa iri, cemburu, hasrat dan segala bentuk ketamakan adalah nafsu (passion); sementara cinta adalah tindakan sebentuk praktek kekuatan manusia yang hanya dapat mewujudkan dalam kebebasan. Cinta tidak pernah terwujud oleh paksaan.


Cinta adalah suatu kegiatan (actifity), bukan suatu afeksi (pengaruh) pasif; cinta adalah “tetap tegak didalam” (standing in) bukan suatu “jatuhnya untuk” (falling for). Ciri aktif cinta terutamamemberi bukan menerima. Ia memberi dirinya, dari suatu yang paling berharga yang ia miliki dan ia memberi hidupnya. tidak perlu berarti ia mengorbankan hidupnya bagi yang lain—ia memberinya dari apa yang hidup didalam dirinya; ia memberinya kegembiraan, dari minatnya dari pengertiannya, dari pengetahuannya, humornya, kesedihannya—segala ungkapan dan pernyataan dari apa yang hidup dalam dirinya.Kesatuan dalam tindakan kreatif, seperti praktek para seniman dan kaum tukang. Dalam semua bentuk tindakan kreatif, terjadi penyatuan antara sang pekerja dengan objeknya. Dalam proses kreasi tersebut, manusia menyatukan dirinya dengan dunia. Pengalaman kesatuan yang diraih dalam kerja-kerja produktif  bersifat interpersonal; peleburan dengan orang lain, dalam apa yang sering disebut sebagai cinta.



C.Cinta Eros dan Agape
Kita membicarakan kekuatan dinamis di dalam diri sendiri.  sumber energi  perilaku  konstruktif maupun destruktif, mencintai sekaligus membenci.  Cinta itu bagaikan gunung es, hanya bagian kecilnya yang kelihatan, itupun tidak sepenuhnya dapat dikenali.  Hal yang sulit di kenal adalah bagian dari cinta yang bersifat trans-empiris---yaitu rupa cinta yang relegius dan ontologis. Cinta hadir sebagai sebuah sistem yang tak terbatas cakupanya, baik  kualitatif maupun kuantitatif.  Bentuk keberadaan cinta di bedakan menjadi: cinta relegius, cinta etis, cinta ontologis, cinta fisik, cinta biologis, cinta piskologis dan cinta sosial.  Sejauh ini sedikit sekali kita berbincang mengenai cinta.  Di ranah agama, cinta identik dengan Tuhan, nilai tertinggi dalam ajaran agama Kristen dan ajaran-ajaran agama besar lainya. ‘’Cinta adalah Tuhan’’ dan ‘’ Tuhan adalah Cinta dan dia yang berada dalam cinta, berada dalam Tuhan dan Tuhan berada dalam dirinya’’.  Karena Tuhan dipercaya sebagai nilai absoulut, maka cinta berada di dalam nilai absoulut Tuhan.  Dan, karena Tuhan merupakan realitas tak terhingga, variasi tak terhingga dari bentuk cinta juga memiliki kualitas dan kuantitas yang tidak terbatas. Ia tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata maupun dengan konsep, kita hanya bisa melihatnya sebagai simbol yang mengindikasikan semesta cinta yang tidak terbatas.  Paull Tillich mengekspresikan cinta yang tidak terbatas ini dengan mengatakan ; “saya tidak memberikan defenisi yang tetap dari cinta.  Itu tidak mungkin, karena tidak ada penjelasan yang dapat menjelaskan cinta.  Ia adalah hidup itu sendiri dalam kesatuannya yang nyata.  Bentuk dan struktur yang didalamnya cinta bersemayam merupakan bentuk dan struktur yang memiliki kekuatan untuk melampaui kekuatan yang menghancurkan dirinya sendiri.

Tiga konsep cinta yang telah berkembang dan telah termasuk dalam ajaran agama, filsafat, dan etis baik di Timur maupun Barat adalah Cinta sebagai Eros, Cinta sebagai Agape dan cinta merupakan sintesis dari Eros dan Agape. Penggambaran Nygren tentan cinta sebagai Eros dan sebagai Agape bahwa secara mendasar cinta sebagai Agape berbeda dengan cinta sebagai Eros.dan bentuk cinta Agape adalah cinta yang sangat Kristen sebagai mana di perlihatkan oleh Yesus,St Paulldan para pemeluk awal agama Kristen.Habis-habisny tercurah pada semua,tanpa ‘’Diskriminasi berdasarkan pertimbangan rasional.’’ Agape tidak dapat di pahami dan di kenali oleh pikiran rasional.Eros merupkan cinta yang di peroleh melalui usaha positif dari golongan yang mencinta. Ia tidak tercurah bagi para pendosa.

Agape tidak mungkin mengabaikan bentuk Cinta Eros.Cinta Eros tidak lain adalah jatuh cinta pada cinta dan  menyempurnakannya  dengan  peningkatan mental, moral,keindahan dan fisik sebagaimana yang di tuntun oleh cinta yang sempurna. Tujuan terbesar Cinta Eros mencapai tingkatan cinta yang tiada habisnya.  Cinta Agape yang membebaskan semua, mencintai semua,memaafkan semua, dan memuliakan---Erostelah menjdi Agape Tuhan.Sifat tak terpisakan dari Eros-Agape ini menjelaskanpertanyaan mengapa semua hal-ihwal mengenai cinta selalu mengandung dua unsur.Dalam pemahaman Dunia Timur maupun Dunia Barat mengenai; filsafat,etika dan relegiusitas,pandangan tentang cinta yang umum di terimah adalah kombinasi Eros dan Agape sebagai jalan keselamatan dan pencapain cinta sejati pada taraf tertingginya.Usaha pribadi di tambah bantuan kasih Tuhan di percaya sebagai cara satu-satunya mencapai tujuan.’’Tuhan menolong mereka yang berusaha,tidak mereka yang bermalas-malasan,’’tutur St. Tychon.  Kedua bentuk cinta itu tidak dapat berdiri sendiri.  Tanpa bantuan dari kebesaran Tuhan atau bantuan kekuatan dari manusia yang istimewa, usaha manusia saja tidak akan cukup.  Di lain pihak, cinta dan keadilan Tuhan akan melimpah bagi mereka yang bersusahpayah di jalan cinta dan keselamatan. 

 Segala pemikiran dan praktik jalan keselamatan seluruh agama besar didasarkan atas postulat ini.  Bila tidak demikian, seluruh seruan kebaikan, seluruh seruan untuk berbuat baik, seruan untuk mematuhi perintah moral dan religius akan menjadi tidak berarti.


D. Cinta Produktif

Manusia terpisah jauh dari kesatuan primernya  dengan alam---yang membentuk eksisitensi kehewanannya.  Ia memiliki akal budi dan imajinasi, menyadari kesendirian dan keterpisahannya, ketidakberdayaan dan keacuhannya dan peristiwa kelahiran dan kematiannya.  Boleh jadi ia tidak mampu berhadapan dengan situasi keberadaannya.  

 Ini terjadi  jika ia tidak dapat memperoleh hubungan persahabatan baru sebagai pengganti hubungan yang lama---yang diatur dengan insting.  Ada beberapa cara untuk meraih penyatuan itu.  Manusia dapat menyatu dengan dunia  melalui sublimasi (penyerahan kekuasaan) pada seseorang, sekelompok, institusi dan pada Tuhan.  Dengan cara ini keterpisahan dengan eksistensi individualitasnya akan terlampaui dengan menjadi bagian dari seseorang atau sesuatu yang lebih besar dari dirinya dan menemukan identitasnya setelah ia menyerahkan kekuasaannya.  Sebaliknya, manusia juga dapat menyatukan diri dengan dunia dengan cara meraih kekuasaan yang melampauinya, dengan membuat yang lain sebagai bagian dari dirinya dan membuatnya melampaui eksisitensi individualnya dengan mendominasi.

Elemen umum dalam sublimasi (masokis) dan dominasi (sadisitis) adalah simbiosis alami dalam keterhubungan.  Kedua belah pihak yang telah kehilangan integritas dan kebebasan mereka---mereka hidup untuk dan dari orang lain--- memuaskan kecanduan mereka terhadap kedekatan, sementara juga menderita karena minimnya kekuatan batin dan kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri---yang sebenarnya dapat ditumbuhkan dengan kebebasan dan kemandirian---dan lebih jauh lagi, terancam oleh permusuhan yang muncul dari hubungan simbiosis, baik disadari atau tidak disadarinya.  Pengejawantahan dari sublimasi dan dominasi tidak pernah mengarah pada kenyataan. Hasrat ini tidak memiliki dinamika sndiri.  Ketiadaan sublimasi dan dominasi (kepemilikan atau kepopuleran) akan membangkitkan gairah pencarian identitas dan gairah penyetuan yang lebih banyak lagi.  Hasil dari paling utama dari hasrat itu adalah penaklukan.  Selain bertujuan untuk membangun rasa penyatuan, hasrat itu juga bisa menghancurkan integritas.  Orang yang terdorong oleh hasrat itu menjadi bergantung pada orang lain.  

 Mengembangkan eksistensi individualnya, ia bergantung pada seseorang---tempat ia menyerahkan kekuasaannya---atau pada orang yang ia dominasi.

Hanya ada satu hasrat yang memuaskan kebutuhan manusia, yaitu menyatukan dirinya dengan dunia dan pada saat yang sama memperoleh integritas dan individualitasnya dan hasrat itu adalah “cinta”.  Cinta adalah penyatuan dengan seseorang atau sesuatu diluar dirinya pada saat seseorang sedang mempertahankan keterpisahan dan integritas dirinya.  Cinta adalah pengalaman dalam berbagi, bersekutru, yang memungkinkan perwujudan aktivitas batin secara penuh.  Pengalaman cinta tidak sama dengan kebutuhan terhadap ilusi.  Dalam cinta, citra seseorang atau citra diri sendiri tidak perlu dinaikkan, karena realitas cinta meningkatkan eksistensi individual.  Pada saat yang sama membuat seseorang menjadi pengembang kekuasaan aktif yang membangun prilaku memcintai.Seseorang akan mengerti dengan baik akan kebutuhan terhadap keterhubungan jika ia menyadari kegagalan dari semua bentuk keterpisahan dan jika ia menghargai arti dari narsisime (Narsisme adalah kutub yang berlawanan dengan objektivitas  akal-budi dan cinta) .  

 Pertama, Freud menyebutnya sebagai “Narsisme Primer”---ia belum mengalami “aku” terikat dengan “kamu”, ia masih dalam situasi terpisah dengan terpisah dengan dunia.  Dunia di luar dirinya hanya hadir sebatas makanan atau kehangatan yang memenuhi kebutuhannya.  Kebutuhan itu bukan sebagai seseorang atau sesuatu yang  dikenalinya secara realistis dan objektif,  Kedua, narsisme juga hadir pada saat kehidupan yang sedang tumbuh---Freud menyebutnya “Narsisme Kedua” “aku” berbeda dengan “kamu”---bahwa seseorang berada dalam situasi  marsistik; hanya ada satu realitas, yaitu proses pikiran, perasaan dan kebutuhannya sendiri.  Ia tidak bisa mengalami dan memahami dunia di luar dirinya secara objektif, misalnya sebagaimana yang terjadi pada bahasa, situasi dan kebutuhannya.

Dari sekian banyak keterhubungan, hanya cinta produktif yang memungkinkan seseorang dapat menjaga kebebasan dan integritasnya dalam proses meraih eksistensinya dan pada saat yang sama menyatu dengan lingkungan sosialnya.  Cinta adalah suatu aspek yang Eric Fromm sebut sebagai “orientasi produktif”; keterbuhungan aktif dan kreatif antara seseorang dengan orang lain disekitarnya, dengan diri sendiri, juga dengan alam.  Dalam ranah pikiran, orientasi produktif ditunjukkan oleh persentuhan dengan realitas dunia berdasarkan penalaran.  Dalam ranah tindakan ditunjukkan dengan pekerjaan produktif; semacam prototipe dari seni dan kerajinan.  Sedang dalam ranah perasaan ditunjukkan dengan cinta yang merupakan pengalaman dan penyatuan dengan orang lain, semua manusia, juga dengan alam untuk menjaga integritas dan mempertahankan kemandirian.



E. Seni  Cinta

Dalam hubungan dengan seni mencintai, siapa pun yang bercita-cita menjadi ulung dalam seni harus mulai dengan melatih disiplin, konsentrasi dan kesabaran dalam setiap fase hidupnya.   Pertama latihan suatu seni menuntut kedisiplinanmanusia tidak akan pernah pandai dalam hal apapun, jika tidak melakukannya dengan disiplin. Apa saja yang manusia lakukan kalau hanya “sedang mau”---mungkin  hobimenyenangkan atau menghibur---tidak akan menjadi ulung dalam seni.Disiplin dirasakan sebagai sesuatu yang menyenangkan dan lambat laun membiasakan diri dengan tingkah laku.  Kedua,  konsentrasi yaitu mampu menyendiri dengan diri sendirisyarat bagi kemampuan untuk mencintai. Jika saya terikat pada orang lain karena saya tidak bisa berdiri sendiri, mungkin ia menjadi penolong yang baik, tetapi hubungan itu bukanlah hubungan cinta. Sebaliknya, kemampuan menyendiri merupakan syarat bagi kemampuan untuk mencintai. Siapun mencoba dengan dirinya sendiri akan mengalami kesukaran.Ia akan mulai merasa gelisah dan resah, atau bahkan merasakan kecemasan yang sungguh-sungguh. Ketiga  adalah kesabaran bahwasehubungan dengan syarat umum untuk mempelajari suatu seni. Manusia tidak mulai mempelajari suatu seni secara langsung, tetapi tak langsung, sebagaimana seharusnya. Orang harus mempelajari banyak hal laindan sering hal-hal yang kelihatnnya tidak berhubungansebelum ia mulai mempelajari seni itu sendiri. Jika seseorang murid mau menjadi ulung dalam seni apapun seluruh hidupnya harus diabdikan kepada seni itu, atau sekurang-kurangnya hal yang berhubungan dengannya.  

Syarat utama mencapai cinta mengatasi narsisme sendiri.   Orang mengalami sesuatu yang nyata hanya apayang ada di dalam dirinya, sementara fenomena-fenomena di dunia luar tidak mempunyai kenyataan di dalam dirinya, tetapi dialami hanya dari segi kebergunannya atau berbahayanya.Lawan dari narsisme adalah objektivitas; yakni sarana untuk melihat orang dan benda-benda sebagaiman adanya secara objektif dan kemampuan memisahkan gambaran objektif  dari suatu gambaran yang dibentuk psikosisuntuk menjadi objektif. Ketidakobjektifan misalnya; bangsa lain dianggap buruk sama sekali, jahat dn kejam sementara bangsa sendiri berarti segalanya yang baik dan mulia. Setiap  perbuatan baik musuh dianggap sebagai tanda kejahatan khusus yang dimaksudkan untuk menipu kita dan dunia, sementara perbuatan jahat kita sendiri  perlu dan dibenarkan oleh tujuan luhur. Kemampuan  berpikir objektif adalah akal budi,  hanya mungkin kalau orang sudah mencapai suatu sikap rendah hati.Cinta menuntut  kerendahan hati, objektivitas dan rasio tidak bisa dipisahkan.Saya tidak bisa benar-benar objektif terhadap family saya jika saya tidak bisa objektif terhadap orang asing dan sebaliknya.Jika saya mau mempelajari seni mencintai, saya harus berjuang untuk objektif dalam setiap situasi dan harus menjadi sensitif terhadap situasi-situasi di mana saya tidak objektif.


Berlatih seni mencintai menuntut latihan kepercayaan—rasional dan irasional.Kepercayaan irasional  berdasarkan pada ketundukan seseorang terhadap kewibawaan yang irasional sedang kepercayaan rasional ialah suatu keyakinan yang berakar pada pengalaman seseorang tentang pikiran dan perasaan. Kepercayan irasional bukan terutama kepercayaan kepada sesuatu, tetapi sifat kepastian dan keteguhan yang dimiliki oleh keyakinan-keyakinan kita.Memiliki kepercayaan menuntut keberanian, kemampuan untuk mengambil risiko, bahkan kesediaan untuk menerima kesakitan dan kekecewaan. Siapa saja yang berpegang teguh pada keamanan (safety) dan keterjaminan (security) sebagai syarat pertama kehidupannya maka tidak bisa memiliki kepercayaan; siapa saja yang menuntut dirinya dalam suatu sistem penjagaan, di mana jarak dan hak milik merupakan sarana keterjaminannya maka ia membuat dirinya menjadi orang hukuman. Dicintai dan mencintai memerlukan keberanian untuk memutuskan nilai-nilai tertentu menjadi yang paling diperhatikan­dan keberanian untuk mengambil lompatan dan mempertaruhkan segalanya pada nilai-nilai itu.Keberanian itu berakar pada sikap yang destruktif terhadap hidup, berakar pada kerelaan untuk menyingkirkan hidup karenaorang tidak mampu mencintainya.Mencintai berarti menyerahkan diri tanpa jaminan, memberikan diri seluruhnya dengan harapan bahwa cinta itu akan menghasilkan cinta didalam diri pribadi yang dicintai. Cinta adalah suatu tindakan kepercayaan dan barang siapa kepercayaannya sedikit, maka sedikit pulalah cintanya.


Satu sikap, yang sangat diperlukan untuk latihan seni mencintai yaitu aktivitas.Aktivitas bukan dimaksudkan “berbuat sesuatu”, tapi suatu aktivitas batin, pemakaian secara produktif daya-daya seseorang.Cinta adalah suatu aktivitas; jika saya mencintai, saya berada dalam keadaan tetap berperhatian aktif terhadap pribadi yang dicintai.Keadaan yang paradoks berhubungan dengan sejumlah besar orang masa kini ialah bahwa mereka setengah tidur ketika bangun dan setengah bangun ketika tidur atau ketika mereka mau tidur.Bangun sepenuhnya adalah syarat supaya jangan bosan atau membosankan­adalah salah satu syarat utama untuk mencintai.Kemampuan untuk mencintai menuntut suatu kesungguhan dan vitalitas yang dipertinggi, yang hanya bisa merupakan hasil orientasi produktif dan aktif dalam bidang hidup lain. Jika orang tidak bersifat produktif dalam bidang-bidang lain, maka ia juga tidak akan bersifat produktif dalam cinta juga.



F. Penutup

Cinta adalah kekuatan yang dapat menjelma menjadi malaikat, namun bila energynya melemah setan menyelinap didalammya, hingga laju cinta beriringan dengan keberingasannya. Terkadang, manusia merasakan cinta seperti pangeran di istana bersama seribu selir, cinta bagaikan salju penyejuk jiwa, bayangan indah  menghujam pikiran, pelangi yang terurai dalam hati, selaksa petir yang sedang berdendang ria dengan suara merdunya. Namun bila keindahanya tergadaikan, cinta berubah jadi sengatan listrik tiada ampun, percikan api menyala-nyala, matahari  membakar bumi seperti singa lapar meraung-raung untuk melahap mangsa, cinta berubah menjadi emosi yang acuh, gemuruh nafsuh murkah. Itulah cinta, fenomena alamiah, manusiawi dan bagian dari kehidupan ini.

Manusia layak menerima ketetapan Tuhan Sang khalik; anuggrah cinta (Al hubb) yang begitu indah karena manusia pasti akan merasakan hal itu. Cinta merupakan hak bagi setiap manusia, wajar, manusiawi, bentuk dari fitrah sebagai makhluk ciptaan. Manusia hidup di dunia tidak akan lepas dari hukum-hukum cinta, karena cinta memiliki hukum yang berlaku bagi setiap jiwa. Cinta memiliki kekuasaan yang tak bisa ditentang, kepatuhan yang tak bisa di tawar.Cinta dapat meluluhkan yang kokoh, melunturkan yang tegak.Cinta pun dapat menjebolkan yang terbendung, itulah kekuatan cinta, kekuasaan yang dapat mengubah segalanya.

Cinta memiliki makna tiada terhingga, indah nan agung, bak pohon cinta yang bercabang begitu banyak dan berdahan tak terhitung hingga rantingnya. Tiada kata-kata yang akan mampu mendefinisikan arti dari cinta secara pasti, cinta bak tiada hakikatnya. Cinta, makna yang begitu santun dan bijaksana, yang selalu menyimpan keindahan dan kekuasaan.Bagai tsunami menerjang; tak kuasa melawannya, menjamah seluruh ruang di bumi, menenggelamkan segala yang menghadangnya hingga merangkul dalam kelembutan dan keindahannya.Cinta tak pernah berwujud, tak terlihat oleh keangkuhan mata memandang. Kehadirannya hanya terasa, seperti angin yang  mengalir mesra menyelinap dalam jiwa kita. Penjelmaannya bagai gelombang di laut yang siap menghantam pesisir pantai, itulah cinta, kata tak berwujud namun dasyat bila terasa.


Alcapone, 18 Mei 2015

Sumber  ; 

Erich Fromm, The Art of Love (Gaya Seni Bercinta), Yogyakarta, Januari 2004

Muhammad Akrom, Quantum of Love (ketika muatan-muatan cinta berosilasi mesra), Bandung, 2008







Tidak ada komentar:

Posting Komentar